MATERI TENTANG INVENTARISASI SARANA DAN
PRASARANA
v Pengertian
Inventarisasi Sarana dan Prasarana
Inventarisasi berasal dari
kata “inventaris” (Latin = inventarium) yang berarti daftar barang-barang,
bahan, dan sebagainya. Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan adalah
pencatatan atau pendaftaran barang-barang milik sekolah ke dalam suatu daftar
inventaris barang secara tertib dan teratur menurut ketentuan dan tata cara
yang berlaku.
Barang inventaris sekolah adalah semua barang milik negara (yang dikuasai sekolah) baik yang diadakan/dibeli melalui dana dari pemerintah, DPP maupun diperoleh sebagai pertukaran, hadiah atau hibah serta hasil usaha pembuatan sendiri di sekolah guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
Tiap sekolah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang milik negaara yang dikuasai/diurus oleh sekolah masing-masing secara teratur, tertib dan lengkap. Kepala sekolah melakukan dan bertanggung jawab atas terlaksananya inventarisasi fisik dan pengisian daftar inventaris barang milik negara yang ada di sekolahnya.
Barang inventaris sekolah adalah semua barang milik negara (yang dikuasai sekolah) baik yang diadakan/dibeli melalui dana dari pemerintah, DPP maupun diperoleh sebagai pertukaran, hadiah atau hibah serta hasil usaha pembuatan sendiri di sekolah guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
Tiap sekolah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang milik negaara yang dikuasai/diurus oleh sekolah masing-masing secara teratur, tertib dan lengkap. Kepala sekolah melakukan dan bertanggung jawab atas terlaksananya inventarisasi fisik dan pengisian daftar inventaris barang milik negara yang ada di sekolahnya.
v Tujuan
Inventarisasi Sarana dan Prasarana
Secara
umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan pengurusan dan
pengawasan yang efektif terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu
sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai
berikut:
1.
Untuk menjaga dan menciptakan tertib
administrasi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah.
2.
Untuk menghemat keuangan sekolah baik dalam
pengadaan maupun untuk pemeliharaan dan penghapusan sarana dan prasarana
sekolah.
3.
Sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung
kekayaan suatu sekolah dalam bentuk materil yang dapat dinilai dengan uang.
4.
Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu sekolah.
v Buku
Inventarisasi Sarana dan Prasarana Kantor Meliputi
a) Buku Induk Barang Inventaris.
Buku Induk Barang Inventaris adalah
buku tempat mencatat semua barang
inventaris
yang sudah dimiliki oleh suatu kantor atau satuan organisasi di lingkungannya,
dan sekaligus merupakan sumber informasi yang diandalkan megnenai segala macam
data yang diperlukan tentang barang-barang inventaris kantor. Berikut contoh format buku
induk barang inventaris :
b) Buku Golongan Barang Inventaris.
Buku Golongan Barang Inventaris adalah
buku pembantu tempat mencatat barang-barang inventaris menurut golongan yang
telah ditentukan, masing-masing berdasarkan klasifikasi dan kode barang yang
ditentukan di dalam lingkungannya. Pengisiannya dilakukan setelah pencatatan
barang tersebut kedalam Buku Induk Barang Inventaris. Berikut contoh format buku
golongan barang inventaris :
c) Buku Catatan Barang Non Inventaris
Buku Catatan Barang Non Inventaris adalah buku tempat
mencatat semua barang non inventaris yang dimiliki oleh suatu kantor.
Barang-barang tidak
habis pakai dicatat dalam buku Induk dan Golongan barang inventaris, sedangkan
barang-barang habis pakai dicatat dalam Buku Catatan Barang Non inventaris. Berikut contoh format
buku catatan barang non inventaris:
v Klasifikasi
dan Kode Barang Inventaris.
Pada dasarnya maksud dan tujuan mengadakan
penggolongan barang ialah agar terdapat cara yang cukup mudah dan efisien untuk
mencatat dan sekaligus untuk mencari dan menemukan kembali barang tertentu,
baik secara fisik maupun melalui daftar catatan ataupun di dalam ingatan orang.
Sesuai dengan tujuan tersebut maka bentuk lambang, sandi atau kode yang
dipergunakan sebagai pengganti nama atau uraian bagi tiap golongan, kelompok dan
atau jenis barang haruslah bersifat membantu/memudahkan penglihatan dan ingatan
orang dalam mendapatkan kembali barang yang diinginkan.
Sandi atau kode yang
dipergunakan melambangkan nama atau uraian kelompok/jenis barang adalah
berbentuk angka bilangan (numerik) yang tersusun menurut pola tertentu, agar
mudah diingat dan dikenali, serta memberi petunjuk mengenai formulir nama yang
harus dipergunakan untuk tempat mencatat jenis barang tertentu. Di samping itu
pula, penyusunan angka nomor kode ini diusahakan agar memungkinkan dilakukan
pengembangan, terutama oleh mereka yang secara langsung menangani pencatatan
barang.
Untuk barang pada umumnya,
nomor kode itu terdiri dari 7 (tujuh) buah angka yang tersusun menjadi tiga dan
empat angka, yang dipisahkan oleh sebuah tanda titik. Angka pertama dari
susunan tiga di depan adalah untuk menyatakan jenis formulir yang digunakan.
Dua angka berikutnya yakni yang berada sebelum tanda titik, merupakan sandi
pokok untuk kelompok barang menurut ketentuan di dalam masing-masing formulir.
Sebagai contoh secara berturut-turut disebutkan sebagai berikut:
1.
|
Penggolongan
Barang
|
|
1.1.
|
Barang
tidak bergerak.
|
|
1.2.
|
Barang
Bergerak.
|
|
1.3.
|
Hewan/ternak.
|
|
1.4.
|
Barang
persedian.
|
1.1.
|
Barang
tidak bergerak dibagi dalam 7 (tujuh) bidang :
|
1.1.1.
|
Bidang
tanah;
|
||||||||
1.1.2.
|
Bidang
jalan dan jembatan;
|
||||||||
1.1.3.
|
Bidang
bangunan air;
|
||||||||
1.1.4.
|
Bidang
instalasi;
|
||||||||
1.1.5.
|
Bidang
jaringan;
|
||||||||
1.1.6.
|
Bidang
bangunan gedung;
|
||||||||
1.1.7.
|
Bidang
monumen.
|
1.2.
|
Bidang
bergerak dibagi dalam 12 (dua belas) bidang :
|
1.2.1.
|
Bidang
alat besar;
|
||||||||
1.2.2.
|
Bidang
alat angkutan;
|
||||||||
1.2.3.
|
Bidang
alat bengkel;
|
||||||||
1.2.4.
|
Bidang
alat pertanian;
|
||||||||
1.2.5.
|
Bidang
alat kantor dan rumah tangga;
|
||||||||
1.2.6.
|
Bidang
alat studio;
|
||||||||
1.2.7.
|
Bidang
alat kedokteran;
|
||||||||
1.2.8.
|
Bidang
alat laboratorium;
|
||||||||
1.2.9.
|
Bidang
buku-buku/perpustakaan;
|
||||||||
1.2.10.
|
Bidang
barang kesenian/kebudayaan;
|
||||||||
1.2.11.
|
Bidang
alat persenjataan;
|
||||||||
1.2.12.
|
Bidang
Hewan/Ternak.
|
Bidang
barang tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok barang. Kelompok barang dibagi
dalam sub kelompok barang, yang selanjutnya dibagi pula dalam sub-sub
kelompok baran (jenis barang).
|
2.
|
Kode
Barang
|
Untuk
menyusun pengkodean barang maka perlu dibuat tabel pengelompokan barang.
|
2.1.
|
Kode
barang terdiri atas 9 (sembilan) angka yang susunannya sebagai
berikut : |
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
Kotak
pertama menunjukkan kode golongan barang.
Kotak kedua dan ketiga menunjukkan kode barang. Kotak keempat dan kelima menunjukkan kode kelompok barang. Kotak keenam dan ketujuh menunjukkan lode sub kelompok barang. Kotak kedelapan dan kesembilan menunjukkan kode sub-sub kelompok barang/jenis barang. |
2.2.
|
Kode
untuk golongan barang :
|
||||
Kode
angka 1 untuk golongan barang tidak bergerak.
Kode angka 2 untuk golongan barang bergerak. Kode angka 3 untuk golongan hewan/ternak. Kode angka 4 untuk golongan barang persedian. |
2.3.
|
Kode
untuk bidang barang tidak bergerak :
|
||||
Kode
angka 01 untuk bidang tanah.
Kode angka 02 untuk bidang jalan dan jembatan. Kode angka 03 untuk bidang bangunan air. Kode angka 04 untuk bidang instalasi. Kode angka 05 untuk bidang jaringan. Kode angka 06 untuk bidang bangunan gedung. Kode angka 07 untuk bidang monumen. |
2.4.
|
Kode
untuk bidang barang bergerak :
|
||||
Kode
angka 01 untuk bidang alat besar.
Kode angka 02 untuk bidang alat angkutan. Kode angka 03 untuk bidang alat bengkel. Kode angka 04 untuk bidang alat pertanian. Kode angka 05 untuk bidang alat kantor dan rumah tangga. Kode angka 06 untuk bidang alat studio. Kode angka 07 untuk bidang alat kedokteran. Kode angka 08 untuk bidang alat laboratorium. Kode angka 09 untuk bidang buku-buku/perpustakaan. Kode angka 10 untuk bidang barang bercorak kesenian/kebudayaan. Kode angka 11 untuk bidang alat persenjataan. Kode angka 12 untuk bidang hewan/ternak. |
2.5.
|
Kode
untuk kelompok barang :
|
||||
Kode
untuk kelompok barang adalah antara 01 s/d 99 tergantung daripada banyaknya
kelompok barang dalam bidang tertentu. Contoh kelompok barang yang termasuk didalam bidang tanah, misalnya 01 tanah persil; 02 tanah non persil; |
2.6.
|
Kode
untuk sub kelompok barang :
|
||||
Kode
untuk sub kelompok barang adalah antara 01 s/d 99 tergantung daripada jumlah
sub kelompok barang yang ada dalam kelompok barang tertentu.
Contoh kelompok barang yang termasuk dalam tanah persil, misalnya: 01 tanah persil perumahan; 02 tanah persil perdagangan/perusahaan; 03 tanah persil industri. |
2.7.
|
Kode
untuk sub-sub kelompok barang :
|
||||
Kode
untuk sub-sub kelompok barang adalah antara 01 s/d 99 tergantung daripada
jumlah sub-sub kelompok barang yang ada dalam sub kelompok barang tertentu.
Contoh sub-sub kelompok barang yang termasuk dalam sub kelompok tanah persil perumahan, misalnya: 01 tanah persil perumahan kelas I. 02 tanah persil perumahan kelas II. 03 tanah persil perumahan kelas III. 04 tanah persil perumahan kelas IV. |
v Perencanaan
Invetarisasi Kantor Yang Terdiri Dari :
a. Perencanaan Barang Inventaris.
Vincent
Gasperz dalam bukunya Production Planning and Inventory Control (2008:177)
memaparkan bahwa:
Perencanaan
kebutuhan material adalah metode penjadwalan untuk permintaan perencanaan
persediaan (purchased planned orders) dan permintaan perencanaan produksi
(manufactured planned orders). Hal ini berkaitan dengan ketersediaan kapasitas
dan keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity
reqirements planning). Tujuan dari perencanaan kebutuhan akan barang adalah
untuk memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan
yang tepat, pada waktu yang tepat. Sistem perencanaan kebutuhan barang
mengidentifikasi item apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang
harus dipesan,dan bilamana waktu memesan item itu.
Sementara
itu, faktor-faktor perencanaan kebutuhan meliputi :
a.
Planning
Horizon, dipahami sebagai perencanaan secara umum atau keseluruhah dari
kebutuhan barang pada instansi terkait.
b.
Length
of Buckets, panjangnya batas penggunaan barang tergantung dengan lingkungan
dari instansi terkait. Lingkungan instansi yang sangat dinamik dengan frekuensi
perencanaan ulang.
c.
Frekuensi
Perencanaan Ulang, hal ini tergantung dengan lingkungan dan ukuran dari waktu
optimal penggunaan 21 barang (time bucket) yang dipilih. Lingkungan dinamik,
yang mana perubahan sering terjadi atau proses dalam organisasi atau instansi.
b. Perencanaan dan Pengendalian System Distribusi
Inventori.
Sistem manajemen distribusi inventori dapat
diklasifikasi sebagai sistem tarik (pull system) dan sistem dorong (push
system) yang dijabarkan sebagai berikut (Adrian Sutedi, 2010:291) :
a)
Sistem Tarik Terdesentralisasi (Decentralized Pull System)
Prinsip dasar dari
sistem tarik (pull system) dalam perencanaan dan pengendalian sistem distribusi
inventori adalah bahwa setiap distribusi mengelola inventori yang dimilikinya
menggunakan metode pengendalian inventori konvensional. Setiap pusat distribusi
pada tingkat lebih rendah menghitung kebutuhannya kemudian memesan dari pusat
distribusi pada tingkat lebih tinggi.
Terdapat beberapa keuntungan dari sistem tarik desentralisasi, antara
lain: dapat beroperasi secara mandiri dan ongkos proses data dan komunikasi
rendah. Meskipun demikian, sistem ini juga memiliki beberapa poin kelemahan
dengan uraian sebagai berikut:
1.
Pesanan
dilakukan langsung kepada pusat central warehouse tanpa sepengetahuan warehouse
lainnya.
2.
Warehouse pemesan biasanya tidak mengetahui
rencanarencana pengiriman yang mungkin mencakup kombinasi pengiriman ke dua
atau lebih warehouse atau penggunaan ukuran alat transportasi yang berbeda.
3.
Pesanan
diajukan tanpa memperhatikan inventori yang tersedia, jadwal produksi, dan
kejadian yang tidak teratur.
4.
Pengendalian
terhadap kuantitas pengiriman lebih banyak dilakukan pda central warehouse.
5.
Tingkat
stok pengaman dalam sistem distribusi lebih banyak daripada bila menggunakan
push system.
6.
Kurang
koordinasi antara stocking points dan ketiadaan data perencanaan untuk pusat distribusi yang lebih tinggi untuk
mengantisipasi pesanan-pesanan yang akan dating secara tepat.
b) Sistem Dorong Terdesentralisasi (decentralization Push System) Sistem
dorong (push system)
melakukan pengendalian terpusat dari
jaringan distribusi dengan menggunakan data yang diperoleh dari field stocking
points. Sistem dorong mempertimbangkan kebutuhan total yang diproyeksikan dari
semua warehouse, inventori yang tersedia pada regional warehouse, inventori
dalam pengangkutan, dan menentukan kuantitas yang tersedia pada tiap warehouse.
Sistem distribusi ini membutuhkan peramalan pada tiap unit barang yang
dibutuhkan. Dengan kata lain, item yang masuk dalam independent demand harus
diramalkan.
c. Klasifikasi Barang Inventaris.
Pada dasarnya penggolongan atas barang-barang
dalam organisasi tergantung pada jenis usaha dan kegiatan operasional
organisasi tersebut. “setiap organisasi memiliki kebebasan melakukan
pengelompokan atas barang-barang yang dimilikinya, tetapi tetap berpedoman pada
orientasi guna mempermudah dalam pengenalan, pengawasan dan keselamatan dan
keamanan logistik” (Lukas Dwiantara dan Rumsari Hadi Sumarto, 2009:65). Pada
dasarnya barang-barang perbekalan yang dilakukan inventarisasi terdiri dari 2
jenis yaitu The Liang Gie dalam Donald J. Bowersox (2009: 120):
1.
Barang
Habis Pakai
Barang habis pakai adalah barang berwujud,
yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian, atau
umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contoh
barang habis pakai ini antara lain kertas, tinta, kapur tulis, gula, sabun, dan
semacamnya.
2.
Barang
Tetap
Barang tetap adalah barang-barang yang umur
pakai/ teknisnya lebih dari satu tahun. Barang ini bisa bertahan lama dengan
banyak sekali pemakaian ataupun umur ekonomisnya utnuk pemakaian normal adalah
satu tahun atau lebih. Contoh barang tahan lama ini antara lain, meja, kursi,
papan tulis, dan semacamnya.
d. Tekhnik Inventarisasi.
Inventarisasi barang habis pakai menggunakan
sistem kartu barang ditujukan pada upaya pemantauan persediaan barang,
penggunaan barang, dan upaya menjaga kontinuitas kerja setiap unit kerja dalam
lingkup organisasi. Beberapa ketentuan inventarisasi barang habis pakai adalah
sebagai berikut (Lukas Dwiantara dan Rumsari Hadi Sumarto,2009:70) :
a.
Setiap
satu jenis barang dibuatkan satu kartu barang.
b.
Kartu
barang disimpan dalam kotak atau file khusus, dan dirutkan secara alfabetis
sesuai dengan nama barang.
c.
Setiap
ada perubahan jumlah logistik, baik karena adanya masukan barang maupun
pengeluaran barang harus secepatnya dicatat.
d.
Setiap kartu barang harus dapat menunjukkan
persediaan barang saat itu.
e.
Untuk
unit pemakai barang, setiap ada pemasukan barang harus disertai bukti penerimaan
barang yang berupa bon pengeluaran barang atau surat penyerahan barang atau bon
gudang. Sementara untuk setiap terjadi pengeluaran barang harus dicatat tanggal
pengeluaran, jumlah barang yang dikeluarkan, dan penggunaan barang, serta
jumlah sisa barang.
f.
Pada
unit penggudangan dan atau distribusi setiap ada pemasukan barang harus
disertai bukti pemasukan barang yang berupa kuitansi, nota, surat pengantar
barang, tanda terima, ataupun berita acara penyerahan/ serah terima barang.
Sementara untuk pengeluaran barang, harus juga disertai bukti pengeluaran
barang yang dapat berupa surat penyerahan barang atau bon gudang. Disamping
itu, harus dicatat tanggal pengeluaran barang, unit pemakai barang, jumlah
barang yang dikeluarkan, dan jumlah sisa barang setelah terjadi pengeluaran
barang.
g.
Bukti
pemasukan barang maupun bukti pengeluaran barang harus diberi nomor kode bukti
yang diurutkan berdasarkan urutan kronologis transaksi maupun pengeluaran
barang guna mempermudah untuk pengecekan barang.
h.
Bukti
pemasukan barang disimpan dalam satu tempat yang khusus berisi bukti penerimaan
logistik.
i.
Bukti
pengeluaran barang disimpan khusus dalam satu tempat yang khusus berisi bukti
pengeluaran barang.